Semanis Senyum

Dr. A'idl al-Qorny saat berkunjung ke Indonesia sempat berujar, "Kalau tahu Indonesia seperti ini, saya tidak akan menulis buku La Tahzan". Ya, karena beliau begitu banyak menginjakan kaki ke pelosok negeri. Menyelami lorong-lorong kehidupan. Menjelajahi deret demi deret huruf, kata bahkan jilid demi jilid kitab-kitab tebal. Saat mendengar beliau berkata seperti itu, spontanitas saya berkata "Bila engkau tahu Indonesia sebelumnya mungkin engkau akan menulis buku berjudul "Semanis Senyum".

Seingat saya, seseorang pernah berkata, senyum merupakan gambaran kejiwaan. Apakah betul seperti itu? Wallaahu a'lam, yang jelas senyum bisa membuat seseorang terlihat awet muda. Saya mesti banyak berterima kasih terhadap orang-orang yang telah mengajari senyum. Satu diantaranya adalah orang yang selalu dekat di hati. Dialah pendobrak keangkuhan saya yang cukup sulit melepas senyum. Dia humoris sejati yang membuat saya terpingkal-pingkal. Perubahan drastis yang saya alami berkat ketulusan tutur katanya yang tiada tara.
  
Suatu hari saat saya di photo untuk keperluan administrasi kuliah teman saya menggoda agar saya tersenyum. Begitu lepas saya tersenyum. Tak sadar bahwa saya sedang prosesi pemotretan. Jadilah senyum termanis yang pernah terlihat sepanjang perjalanan hidup saya. Photo tersebut sempat mendapat komentar dari seorang home staf KBRI Khartoum, "Manis banget senyumnya". Ya, lebih tepatnya hitam manis.

Isteri pun nyaris sama berkomentar atas photo tersebut. Padahal yang saya tahu, belum pernah dalam berbagai moment photo-photo tersebut cerah, riang dan gembira. Yang ada hanya mimik serius, bibir terkatup, tanpa ekpresi dan sungguh dingin. Ternyata engkau telah merubah setengah dari kehidupanku. Babak baru kehidupan telah berjalan setahap demi setahap bersamamu. Kesabaranmu, kelembutanmu, senyum manismu, pengertianmu, ah pokoknya betul istilah nishfuddin telah ku rengkuh.
  
Tersenyumlah, itulah pesannya. Saya pun lantas teringat apa yang pernah di tulis Dr. A'idh al-Qorny dalam bukunya "La Tahzan", "Setiap manusia melihat dunia sesuai dengan perbuatannya, pikirannya dan motivasinya. Apabila perbuatannya baik, pikirannya suci dan motivasinya tulus, dia akan melihat dunia ini bersih dan indah sebagaimana dunia itu diciptakan. Jika yang terjadi sebaliknya, dunia akan terlihat gelap gulita dan dia melihat segala sesuatu terasa hitam pekat". Ya, betul. Bila saya terus berusaha senantiasa tersenyum agaknya label cemberut di wajah –yang kata orang imut—seiring dengan waktu akan segera sirna. Semanis senyum, selamat datang dalam petualangan menjelajahi rimba perjuangan.***

Comments

Popular posts from this blog

Menyambut Si Lembut nan Jelita

Modul Jurnalistik: Mulai Menerjemah

Modul Jurnalistik: Prinsip Bahasa Jurnalistik