Sebuah Pelajaran, Hikmah yang diambil dari seorang Ustadz

Tentunya akan Anda rasakan sebuah perbedaan, saat Anda menjadi bujang atau lajang dan kala Anda telah menjadi suami atau isteri. Begitupun saya merasakan hal itu. Betapa, saat masih sendiri yang saya pikirkan bagaimana nasib saya kedepan?, saya akan jadi apa nanti?, saya mau berkiprah di bidang apa?, apa yang akan saya perjuangkan?, seperti apa strategi saya untuk meraihnya?, bla..bla..bla.. dan seterusnya. Semua terkerucut pada satu titik, kata "saya". Sungguh egois! Ya, sungguh individual thinking. Seolah segalanya bisa tercipta hanya dengan dua kepal tangan, dua pasang mata, satu otak, sepasang kaki atau sebuah mulut. Seakan saya bisa meraihnya seorang diri. Ya cukup sendiri!

Betapa saya telah keliru. Ya keliru besar beranggapan seperti itu. Padahal betapa banyak yang tidak saya miliki. Begitu banyak kekurangan. Betapa sempit cara berpikir saya. Betapa cuek. Betapa picik. Akibatnya, semua hal begitu berat saya hadapi, begitu rumit saya jalani, begitu kokoh untuk di terjang dan begitu berkelok jalan yang mesti dilalui. Sungguh membuat saya letih, tertatih juga perih. Ya sungguh perih.

Betapa "sinar" itu telah terpancar. Sinarnya memercik dalam gelap malam. Ya, sinar itu telah ada di samping saya. Merajut benang-benang kusut. Menata kain-kain terserak. Membelai hati yang gundah. Menyapa bagai semilir angin, halus, sejuk, maha damai dan sungguh tentram. Betapa sinar itu telah datang. Sinarnya terpancar menyusuri relung-relung jiwa. Jiwa-jiwa mulia. Sosok-sosok suci. Pionir-pionir putih. Manusia-manusia langit. Semoga saya bagian dari mereka.

Sungguh mulia mereka. Menjaga kehormatan dengan tali suci, tali kasih, anugerah terindah, ikatan rabbani, ikrar sejati, dan ah.. sungguh tak terlukis dengan kata-kata. Andai Anda tahu, tentu mereka tidak ingin tersisih dalam ring ini. Sebuah ring yang saya sebut "tangga peradaban". Ibarat gunung tinggi, sebelum sampai puncak Anda mesti menginjak tangga-tangga. Gunung pun akan tersenyum saat Anda berhasil melangkah dan sampai pucuk tinggi. Ya, andai Anda tahu itulah sebuah pelajaran maha guna.***

Comments

Popular posts from this blog

Menyambut Si Lembut nan Jelita

Modul Jurnalistik: Mulai Menerjemah

Modul Jurnalistik: Prinsip Bahasa Jurnalistik