Modul Jurnalistik: Mulai Menerjemah

Kita  sering mendengar peranan penerjemahan yang menonjol dalam alih ilmu dan teknologi pada proses modernisasi Jepang. Bangkitnya Jepang sebagai negara industri maju selalu dikaitkan dengan keberhasilan mereka menerjemahkan secara besar-besaran tulisan-tulisan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dari bahasa asing ke dalam bahasa Jepang.

Sejarah mencatat, masa kejayaan islam pun saat itu paling tidak ditentukan oleh dua hal, yaitu: Pertama, terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Kedua, gerakan terjemahan.

Kedua hal itu cukup berperan dalam kemajuan dalam berbagai disiplin ilmu. Sebut saja, pengaruh Persia, sangat kuat di bidang pemerintahan. Disamping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat. Gerakan terjemah juga merambah disiplin ilmu astronomi, kedokteran dan bahkan disiplin ilmu keislaman seperti tafsir dan fiqih.

Tiga Pendapat Soal Terjemah
Sebelum melangkah pada pengertian terjemah ada baiknya penulis sampaikan beberapa pemikiran sekitar ada dan tidak adanya kegiatan terjemah berdasarkan teori linguistik.

Adakah Kegiatan Terjemah? Kalau menyaksikan bahwa manusia ada yang menguasai dua bahasa sekaligus atau lebih dalam segala kemahirannya; mendengar, berbicara, membaca dan menulis, orang tersebut apakah disebut mahir berbahasa atau mahir menterjemahkan. Dalam istilah linguistik kenyataan tadi disebut bilingualis. Seorang yang mampu menguasai dua bahasa dengan lancar.

Pertanyaan berikutnya apakah kemahirannya tersebut mengandung arti ia menterjemah dari satu bahasa ke bahasa lain, katakanlah dari bahasa Indonesia ke bahasa Arab atau Inggris misalnya? Kalau dijawab tidak, maka dalam kasus ini tidak ditemukan adanya kegiatan terjemah, jadi seorang dwibahasawan, ketika mengucapkan sesuatu itu tidak merumuskannya dalam bahasa ibunya kemudian ia ungkapkan dalam bahasa kedua.

Karenannya menurut teori ini aktivitas terjemah nyaris tidak ada. Pendukung teori ini adalah Bloomfield. Menurut ia aktivitas terjemahan menjadi suatu hal yang mustahil. Tidak ada kesempatan bagi kita untuk meyakini bahwa kita memindahkan makna dari satu bahasa kepada bahasa lain selama makna tersebut tidak tercapai demikian ungkapan Georges Mounin.

Sementara di sisi lain termasuk para penterjemah mengangap bahwa kegiaatan terjemah itu ada dan bisa dilakukan. Ini diungkap oleh mereka yang meyakini adanya hubungan (kontak) dalam dua bahasa, jadi selama kontak dalam dua bahasa itu bisa dilakukan maka terjemah bisa dilakukan. Dan itu berarti harus memisahkan antara bahasa dan fikiran manusia, artinya jika yang diyakini bahwa bahasa dan fikiran itu berbeda, maka terjemah bisa dilakukan, adapun kesulitannya hanya terletak pada kesulitan yang bersifat kebabahasaan saja.

Dari dua pendapat ini dapat diambil jalan tengah, yang tidak ekstrim menolak terjemah atau memperjuangkan terjemah sebagai suatu yang harus ada, namun bisa diungkapkan bahwa kegiatan terjemah, bisa dilakukan pada hal-hal tertentu, dan tidak bisa dilakukan pada hal tententu pula. Artinya banyak hal yang bisa diterjemahkan dan banyak juga hal yang tidak bisa diterjemahkan.

Pengertian Terjemah
Kata terjemah berasal dari bahasa Arab ( ترجمة ) yang diadopsi ke dalam bahasa Indonesia menjadi terjemah atau tarjamah. Menurut asal katanya kata tersebut mengandung arti : menjelaskan dengan bahasa lain, atau memindahkan makna dari satu bahasa ke bahasa lain. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, disebutkan terjemah = terjemahan. Salinan sesuatu bahasa kepada bahasa lain. Menterjemahkan berarti menyalin atau memindahkan dari satu bahasa pada bahasa lain.

Secara definitif terjemah adalah suatu proses pengalihan pesan yang terdapat di dalam teks bahasa pertama atau bahasa sumber (source language) dengan padanannya di dalam bahasa kedua atau bahasa sasaran (target language).

Dari dua pengertian tadi terlihat ada dua kata kunci dalam kegiatan terjemah; teks dan padanan. Yang dimaksud teks di sini adalah teks dalam pengertian yang luas bisa berarti wacana atau juga satuan bahasa yang paling lengkap bisa berupa tulisan ataupun lisan. Kemudian yang dimaksud dengan padanan juga dalam pengertian yang luas, bukan saja padanan kata per kata atau frase-per frase malainkan mencakup juga makna. Makna tersebut mencakup semua pengertian; makna sentral atau makna denotatif dan makna konotatif serta makna kiasan (transferred meaning) serta makna gramatikal.

Jadi terjemah dalam pandangan ini berarti proses pemindahan kata atau teks dari suatu bahasa ke bahasa lain dengan jalan mencarikan padanan maknanya. Dari sini jelas bahwa kegiatan terjemahan adalah kegiatan yang menuntut kemahiran dua bahasa, atau dalam istilah linguistiknya disebut bilingual.

Seorang ahli teori penerjemahan, Eugene A. Nida mendefinisikan, Menerjemahkan adalah usaha mengalihkan pesan yang terdapat dalam suatu bahasa ke dalam bahasa lain, sedemikian rupa sehingga orang yang membaca atau mendengar pesan yang telah dialihkan ke dalam bahasa penerima, memperoleh kesan yang sama dengan kesan yang diterima orang yang membaca atau mendengar pesan tersebut dalam bahasa sumber atau bahasa aslinya. Selain itu, pesan yang dialihkan harus diungkapkan sewajar mungkin dalam bahasa penerima, artinya menuruti semua aturan yang berlaku bagi bahasa penerima.

Sementara itu, ahli bahasa Indonesia Prof. Dr. Anton M. Moeliono menyatakan, Usaha penerjemahan itu pada hakikatnya mengandung makna mereproduksi amanat atau pesan di dalam bahasa sumber dengan padanan yang paling wajar dan paling dekat di dalam bahasa penerima, baik dari jurusan arti maupun dari jurusan langgam atau gaya. Penerjemahan itu pertama-tama harus bertujuan membahasakan kembali isi amanat atau pesan. Idealnya terjemahan tidak akan atau sebaiknya jangan, dirasakan sebagai terjemahan. Namun, untuk mereproduksi amanat itu, mau tidak mau, diperlukan penyesuaian gramatikal dan leksikal. Penyesuaian itu janganlah berakibat timbulnya berbagai struktur yang tidak lazim di dalam bahasa penerima.

Menerjemahkan berarti:
1. Mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi, dan konteks bahasa sumber.
2. Menganalisis teks bahasa sumber untuk menemukan maknanya.
3. Mengungkapkan kembali makna yang sama itu dengan menggunakan leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa sasaran dan konteks budayanya.

Terjemahan terbaik menurut Mildred L. Larson adalah terjemahan yang:
1. Menggunakan bentuk wajar bahasa sasaran
2. Menyampaikan sebanyak mungkin makna yang sama kepada penutur bahasa sasaran, seperti yang dipahami oleh penutur bahasa sumber.
3. Mempertahankan dinamika teks bahasa sumber, artinya menyajikan terjemahan sedemikian rupa sehingga dapat membangkitkan respons pembaca, dan diharapkan sama seperti teks bahasa sumber membangkitkan respons pada pembacanya.

Syarat-syarat Penerjemah
Proses penerjemahan adalah proses komunikasi. Jadi, penerjemah dituntut untuk mengetahui betul apa yang akan dikomunikasikan, mengetahui siapa sasaran komunikasi, serta dapat menentukan alat komunikasi dan bagaimana komunikasi tersebut akan disampaikan.

Secara sederhana dapat dikatakan penerjemah perlu:

1.Menguasai masalah atau materi naskah yang akan diterjemahkan, meskipun secara umum.
Akan sukar menerjemahkan naskah buku ilmu pengetahuan atau teknologi misalnya bila si penerjemah tidak mempunyai latar belakang pendidikan di bidang tersebut. Banyak istilah yang dalam bidang ilmu tertentu mempunyai pengertian yang agak berlainan dengan pengertian umum. Dalam menerjemahkan suatu proses pun kita tidak akan dapat menjelaskan dengan benar bila kita sendiri tidak memahami benar bagaimana proses tersebut berlangsung. Penerjemahan bukan hanya masalah kebahasaan yang dapat dibantu dengan sekadar kamus, tetapi harus didukung oleh pengetahuan mengenai materi atau masalah yang akan diterjemahkan. Mungkin saja hal ini dapat terbantu bila penerjemah mempunyai pengetahuan umum yang luas, sedikit mempelajari buku lain yang sudah ada mengenai masalah tersebut atau berkonsultasi dengan ahli dalam bidng tersebut bila menemui kesulitan dalam penerjemahan. Jadi, pasti tidak semua penerjemah dapat menerjemahkan segala masalah. Belum lagi bila kita bicara soal kesusastraan yang banyak menyangkut rasa dan gaya.

2.Menguasai bahasa sumber, termasuk struktur, kebudayaan, dan istilah-istilah khusus dalam materi yang akan diterjemahkan. Bahasa di sini bukan sekadar kosa kata, melainkan juga menyangkut ungkapan dan struktur bahasa yang berlainan dengan struktur bahasa penerima/sasaran.

3.Menguasai bahasa penerima (dalam hal ini, bahasa Indonesia) dan mempunyai keterampilan menulis dan memilih padanan kata yang tepat dari suatu kata atau frase bahasa sumber.

Penulis yang mahir dapat menjadi penerjemah yang baik karena ia sudah terbiasa menyajikan pokok-pokok pikiran dalam bentuk tulisan. Dalam hal menerjemahkan karya ilmiah, pekerjaan akan banyak dibantu, bila kita menggunakan kamus istilah dalam bidang ilmu tersebut. Mungkin kita tidak selalu bisa menemukan padanan suatu istilah ilmiah dalam bahasa Indonesia karena memang belum terbakukan. Dalam hal demikian, bila pembaca sasaran merupakan kalangan ilmiah tertentu, penerjemah dapat mempertimbangkan untuk tetap menggunakan kata asing tersebut atau menulisnya dengan ejaan bahasa Indonesia. Sebab, belum tentu terjemahan atau padanan kata yang kita gunakan bila belum lazim digunakan akan dipahami oleh pembaca sasaran sehingga maksud penyampaikan pesan atau makna tidak tercapai. Pelajari/kuasai kaidah pembentukan istilah, terutama dalam penerjemahan naskah/buku ilmiah/akademis. Akan lebih komunikatif bila kita tetap menggunakan istilah asing yang sudah lebih dikenal oleh pembaca sasaran kita. Dapat juga dituntut kemampuan untuk membuat istilah baru bila diperlukan, yang akan memperkaya kosa kata kita dalam bidang tersebut.

4.Memahami gaya, jiwa, dan respons yang diharapkan penulis asli dalam karya yang diterjemahkan, sehingga pembaca hasil terjemahan akan memberikan tanggapan yang sama dengan pembaca naskah/buku asli.

5.Memahami latar belakang dan daya tangkap para calon pembaca naskah/buku terjemahan, menempatkan diri di tempat pembaca.

6.Mempunyai cukup waktu dan tidak terganggu oleh kegiatan-kegiatan lain. Penerjemahan memerlukan perhatian khusus.

7.Mempunyai cukup pengalaman dan latihan.

Proses Penerjemahan
Pada dasarnya penerjemahan melalui tiga tahap, yaitu:

1.Penerjemah berusaha memahami dan menafsirkan isi naskah secara keseluruhan, kemudian memusatkan perhatiannya pada bagian wacana, dilanjutkan dengan mengupas alinea demi alinea. Bila perlu, kalimat majemuk yang panjang diuraikan menjadi beberapa kalimat sederhana sehingga makna/pesannya tersurat dengan jelas. Setiap kata diteliti/dicari maknanya yang tepat sebab suatu kata dapat mempunyai berbagai arti/makna, bergantung pada tautannya dalam kalimat, alinea, atau wacana.

2.Setelah mengupas wacana dengan cermat dan memahami pesan yang hendak disampaikan oleh penulis bahasa sumber, tahap berikutnya ialah mengalihbahasakan naskah itu ke dalam bahasa penerima. Penerjemah memilih padanan kata dan bentuk kalimat yang cocok dalam bahasa penerima, agar pesan penulis dapat disampaikan sebaik-baiknya.
Kadang-kadang penerjemah dapat mengikuti bangun dan susunan kalimat bahasa sumber, namun sering juga perlu mengubah bentuk dan susunan kalimat menjadi bentuk yang lazim pada bahasa sasaran. Demikian juga ada kata atau frase yang dapat dicari padanannya, tetapi ada juga yang perlu dialihbahasakan dengan cara lain, sesuai dengan kosa kata dan ungkapan yang berlaku pada bahasa penerima.

3.Tahap terakhir adalah penghalusan bentuk terjemahan. Sering kali terjemahan masih terasa mempunyai bentuk bahasa sumber. Pada tahap kedua biasnya penerjemah sukar sepenuhnya melepaskan diri dari bentuk bahasa sumber. Karena itu, terjemahannya perlu diteliti kembali dengan memandangnya dengan kaca mata bahasa penerima. Bila perlu, ungkapan dan pola kalimat bahasa sumber harus ditukar dengan padanannya dalam bahasa penerima. Harus terasa, naskah itu merupakan tulisan asli, bukan terjemahan.

Merupakan tantangan bagi dunia perbukuan kita, lebih besarnya minat anak-anak dan remaja kita terhadap buku-buku terjemahan dibandingkan dengan kepada buku karangan penulis asli Indonesia. Cuma buku pelajaran sekolah dasar hingga menengah yang jumlahnya lebih banyak karangan penulis asli Indonesia. Hal ini akan merupakan peluang bagi penerjemah yang harus dijawab dengan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan. Karenanya,  mari mulai menerjemah!

Comments

Popular posts from this blog

Menyambut Si Lembut nan Jelita

Modul Jurnalistik: Prinsip Bahasa Jurnalistik